1. Mudah menemukan taman bermain umum, yang lazim disebut ko-en (taman kecil). Di koen, biasanya ada fasilitas tempat duduk, permainan anak berupa perosotan, ayunan, tempat bergantungan atau panjatan, kolam pasir. Selain itu, juga tersedia kran air minum sekaligus kran cuci tangan. Semua sarana ini rutin dirawat oleh pemerintah lokal (kecamatan) ataupun penduduk setempat yang biasanya mengadakan kerja bakti kebersihan lingkungan minimal sebulan sekali. Kebetulan rumah kami tepat berhadapan dengan satu koen. Saya biasa menyaksikan bagaimana petugas kecamatan rutin memeriksa kondisi fasilitas koen. Pasir di kolam pasir diganti berkala, pohon yang terlalu lebat dipotong, rumput dipangkas, air minum dicek keamanannya. Mereka melakukan ini dengan gaya yang sangat profesional, sampai melakukan pemotretan dari berbagai sisi dengan kamera digital. Meski hujan ataupun panas, saya lihat mereka tetap mengerjakannya.
2. Pemilik toko berani menaruh barang dagangannya di luar toko tanpa pengawasan. Selain itu, kalau kita masuk toko, tidak bakalan ada petugas yang mengekori kita, apalagi dengan kasar segera membereskan barang yang sudah kita pegang.
3. Uang-uang kertas di Jepang biasanya sangat terawat. Agak sulit ditemukan uang yang lecek habis terlipat-lipat apalagi dikucek-kucek atau bahkan ditulisi.
4. Orang Jepang lebih banyak memakai sarana transportasi kereta dan sepeda. Ini menyebabkan polusi udara tidaklah banyak. Biasanya satu keluarga memiliki paling banyak satu mobil saja, mereka akan terheran-heran bila mengetahui di Indonesia, satu keluarga bisa memiliki dua-tiga mobil sekaligus. Ini karena mereka harus membayar parkir yang cukup mahal, sekitar Rp.600.000 perbulan permobil. Kalaupun mereka punya garasi sendiri, biasanya memang tidaklah besar, cukup untuk satu mobil. Nah, yang menarik adalah soal kepemilikan sepeda. Kalau ini, bisa satu anggota keluarga memiliki satu sepeda. Kami sendiri memiliki total lima sepeda. Anak kecil dilatih sedini mungkin untuk bisa bersepeda.
5. Orang Jepang biasanya makan makanan yang segar. Seorang ibu rumah tangga biasanya memasak tiga jenis masakan berbeda untuk tiga kali waktu makan yang berbeda. Mereka juga sangat mengutamakan variasi makanan. Suatu waktu saya pernah dalam perawatan medis, dan saya diminta memakan 30 jenis bahan makanan dalam sehari! Tidak masuk akal? Masuk akal kok. Coba saja diurut : bawang bombay, bawang putih, pisang, tomat, bayam, wortel, kentang, ikan, cabe, merica, jinten, susu, keju, roti, brokoli, timun, ... Ya, semua memang dihitung!
6. Untuk pecahan mata uang, mereka punya sampai pecahan 1 yen. Sehingga, tidak ada namanya sistem pembulatan angka dalam transaksi dagang.
7. Taksi biasanya agak jual mahal. Bila kita memesan taksi, biasanya mereka akan bertanya tujuan kita. Setelah itu, mereka akan menolak bila kita mengubah rencana. Tempat duduknya ditutup dengan kain putih berenda, yang supirnya tak segan-segan memprotes bila jadi kotor karena sepatu anak-anak, misalnya. Mereka juga biasanya enggan mengangkut penumpang ibu hamil tua, takut melahirkan di taksi, barangkali. Pintunya terbuka dan tertutup otomatis. Harga kilometer pertama sekitar Rp40.0000. Untuk jarak sekitar tiga km, biasanya tarifnya sekitar Rp100.000. Kelihatannya jauh lebih mahal daripada taksi di Indonesia, tapi memang jauh lebih nyaman. Tidak hanya bagi penumpang, juga buat lingkungan : jarang yang kondisnya sampai sudah mengeluarkan asap polutan. Oya, supir taksinya juga biasanya pakai setelan jaz dan sarung tangan putih. Menurut guru bahasa Jepang saya, hampir tidak ada kejahatan yang dimotori para supir taksi, seperti misalnya jadi perampok dan semacamnya. Mereka semua legal, dan memang menjadi supir taksi termasuk pekerjaan yang cukup elegan dalam masyarakat. Saya pernah naik taksi, dan supir taksi mengatakan, dia menyupir karena ingin mengumpulkan uang agar bisa membeli binatang peliharaan berupa babi mini.
No comments:
Post a Comment